LANGKAT,SUARA24.COM- Menjamurnya aktivitas tambang Galian C yang diduga tak berizin alias ilegal di Kabupaten Langkat, khususnya di Kecamatan Wampu dan Padang Tualang sangat mempengaruhi capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor tambang. Pasalnya, tak satupun penambang ilegal itu membayar retribusi sebagai kewajibannya kepada Pemkab Langkat.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) Langkat Dra Muliani S melalui Kasubid Pendataan Bapeda Defin mengatakan, pelaku penambang Galian C ilegal sangat merugikan negara, karena tidak membayar retribusi atas kegiatan pertambangan itu. “Setiap aktivitas pertambangan baik legal maupun ilegal, wajib membayar retribusi daerah,” kata Defin, Senin (22/3) sore.
Hal itu merujuk pada UU 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menyatakan bahwa, pajak daerah dapat dipungut walaupun kegiatan usaha yang bersangkutan belum memiliki izin. Karena, pajak dimaksud bukan dikenakan atas izn usaha, melainkan dikenakan berdasarkan objek dari masing-masing pajak.
Untuk besaran nilai retribusinya, kata Defin, sudah diatur dalam Peraturan Bupati Langkat Nomor 03 Tahun 2011 Tentang Harga Dasar Material Bukan Logam dan Mineral, yakni 20% dari Rp 7.500 untuk material tanah timbun/urug dan 20% dari Rp 15.000 untuk batu kerikil, serta 20% dari Rp 22.500 untuk batu pecah.
“Itu besaran harga retribusi untuk per meter kubiknya. Hingga saat ini, Perbub itu belum ada perubahan dan masih berlaku. Diharapkan, para penambang Galian C hendaknya membayar kewajibannya demi tercapainya target PAD Kabupaten Langkat dari sektor pertambangan,” ketus Defin.
Hanya Tercapai 29 Persen
Dari data Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Langkat hingga 31 Desember tahun 2020, capaian PAD dari sektor pertambangan bukan logam dan batuan terkesan seperti jauh panggang dari api, yakni hanya sebesar Rp 581.799.549 dari target Rp 2 miliar, atau hanya sebesar 29% dari hasil yang diharapkan.
Dengan menjamurnya tambang Galian C ilegal tersebut, tidak memnutup kemungkinan capaian PAD di tahun 2021 ini semakin anjlok. “Kita berharap, agar pihak terkait dari Provinsi untuk menindak tegas para pelaku penambang Galian C Ilegal itu, agar target PAD kita bisa tercapai,” pungkas Defin.
300-an Dumptruk per Hari
Menurut sumber di Kecamatan Wampu, selama kurun waktu tiga bulan terakhir, dari lima tirik kuari tambang Galian C ilegal dapat mengeluarkan material sedikitnya 200 hinggga 300-an dumptruk berkapasitas rata-rata 23 meter kubik, yang disebut-sebut diduga digunakan untuk proyek strategis nasional pembangunan jalan tol Binjai-Langsa.
“Untuk Kecamatan Wampu saja, kita asumsikan 300 dumptruk material perhari, jika dikalikan Rp 1.500 x 23 meter kubik= Rp 10.350.000. Jadi, dalam kurun waktu 3 bulan, maka kerugian PAD mencapai Rp 931.500.000. Kan cukup besar kerugian negara dari galian C Ilegal itu,” kata sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan, Selasa (23/3) siang.
Pantauan di lokasi, truk bermuatan material tanah urug dari kuari yang diduga ilegal terlihat hilir mudik secara terang-terangan. Ironisnya, di bagian depan truk berwarna hijau muda dan oren tersebut, terdapat stiker HKI yang merupakan pelaksana proyek jalan tol Binjai-Langsa. (Teguh/Tim)