MEDAN, SUARA24.COM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia (RI) berkolaborasi dengan Universitas Sumatera Utara (USU) untuk mencari solusi penyelesaian konflik agraria di Sumatera Utara (Sumut), dengan menggelar Seminar Agraria yang bertema ”Penyelesaian Konflik Agraria di Provinsi Sumatera Utara” di Kampus USU secara hybrid selama 2 (kamis, 21 Oktober sampai Jumat, 22 Oktober 2021), berlokasi di Jln. Dr. T. Mansur No.9, Padang Bulan, Kec. Medan Baru, Kota Medan.
Pada kesempatan ini Rektor USU, Dr Muryanto Amin mengatakan “seminar agraria itu merupakan tindak lanjut implementasi kerja sama antara Komnas HAM RI dan USU, dengan harapan dapat menjadi wadah berbagi informasi pengalaman dan pengetahuan dari narasumber yang berkompeten sehingga membuka ruang diskusi yang sehat, cerdas dan mencerahkan dari elemen pemerintah, masyarakat dan akademisi, tuturnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Rektor III, Dr Poppy Anjelisa Z Hasibuan bahwa sangat menyambut baik kerja sama Komnas HAM yang langsung ditindaklanjuti dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) USU “Ini merupakan contoh yang baik dengan langsung ditindaklanjutinya perjanjian kerjasama (MoU), karena ini terkait penegakan HAM di Sumatera Utara, ujarnya.
Dekan FISIP USU, Hendra Harahap, PhD juga bersua “bahwa USU akan merespons hal ini dengan melibatkan pusat-pusat kajian dan program studi seperti Pusat Kajian Agraria dan Hak Asasi Petani (PUSKAHAP), Program Studi Ilmu Politik dan Program Studi Sosiologi yang berada di FISIP USU untuk terlibat agar dapat menghasilkan berbagai baseline dan strategi-strategi penyelesaian konflik agraria dari berbagai model konflik yang terjadi di Sumatera Utara.
Sementara itu, ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik dalam sambutannya menyampaikan “konflik agraria di Sumatera Utara sampai hari ini masih menjadi isu yang diperjuangkan dan belum juga menemukan model penyelesaian yang efektif, dalam hal ini Komnas HAM RI memberi perhatian serius pada konflik agraria baik masalah tanah maupun sumber daya alam karena menyangkut hak asasi manusia dan hajat hidup orang banyak, serta kesejahteraan rakyat Indonesia.
Taufan juga menambahkan, “bahwa konflik agraria juga menjadi masalah dengan jumlah aduan masyarakat terbesar yang diterima Komnas HAM RI, dimana berdasarkan data Komnas HAM RI, Sumatera Utara menjadi wilayah dengan aduan terbesar kedua setelah DKI Jakarta, hal ini menandakan masyarakat Sumatera Utara sangat proaktif dalam memperjuangkan hak-haknya jadi kita optimis pada pihak di Sumatera Utara dapat mendudukan masalah agraria ini untuk mendapat solusi yang terbaik.
“Tentu tidak mudah menyelesaikannya, Kompleksitas regulasi yang tumpang tindih, modal, masalah politik dan sosial budaya masih menjadi tantangan, sehingga kita semua membutuhkan kejelasan dalam menyelesaikan masalah ini, untuk itu kita ajak elemen perguruan tinggi serta akademisi yang dapat menjadi kekuatan dalam mencari penyelesaian konflik agraria, tutup Taufan.
“Tentu tidak mudah menyelesaikannya, Kompleksitas regulasi yang tumpang tindih, modal, masalah politik dan sosial budaya masih menjadi tantangan, sehingga kita semua membutuhkan kejelasan dalam menyelesaikan masalah ini, untuk itu kita ajak elemen perguruan tinggi serta akademisi yang dapat menjadi kekuatan dalam mencari penyelesaian konflik agraria, tutup Taufan.
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga menyambut baik upaya penyelesaian konflik agraria di Sumatera Utara yang dilakukan oleh Komnas HAM RI dan Universitas Sumatera Utara, dimana dalam kesempatan ini di sampaikan oleh Asisten Pemerintahan dan kesejahteraan (APK), Mhd Fitriyus mewakili Gubermur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, ” kita akan menerapkan prinsip keadilan dalam penyelesaian konflik agraria, dimana masalah yang dihadapi masyarakat baik individu maupun lembaga harus berdiri di atas hukum yang mengayomi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Dari virtual Meeting, Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Dr. Moeldoko menyampaikan “Strategi Percepatan Reforma Agraria” merupakan reforma agraria yang sedang diupayakan pemerintah dan diharapkan menjadi penyangga ekonomi sosial, sehingga komitmen bersama sangat diperlukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan juga masyarakat untuk menyelesaikan konflik agraria.
Hadir sebagai narasumber Wakil Menteri ATR/BPN Dr. Surya Tjandra,S.H, LL.M yang dalam paparannya menyatakan bahwa penyelesaian konflik agraria harus menggunakan hati, dimana kombinasi dari hati dan hukum harus dikedepankan dalam penyelesaian konflik agraria sehingga memang harus penuh kehati-hatian,” ujarnya.
Surya juga menambahkan, bahwa konflik agraria harus dilihat secara jernih dari pihak pihak yang bersangkutan, karena tidak jarang masyarakat yang berkonflik merupakan masyarakat yang memiliki kepentingan bisnis atau industri, pemerintah daerah juga terkadang memiliki motif politik, sehingga di butuhkan pendekatan kolobarasi pendekatan hati, hukum dan politik, agar penyelesaian yang dilakukan benar-benar untuk kesejahteraan masyarakat, Ini yang harus kita perhatikan bersama, tutup nya. (Apri /Tm)