LANGKAT,SUARA24.COM- Puluhan anggota Kelompok Tani Nipah Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat mendatangi Mapolsek Tanjung Pura. Mereka menuntut aparat kepolisian agar segera menyelesaikan perkara dugaan penganiayaan yang dituduhkan kepada Syamsul Bahri (53) dan Samsir (28), Rabu (10/2) siang.
Hal itu disampaikan Sekretaris Kelompok Tani Nipah Ponirin (44) saat mereka menyampaikan aspirasinya di Mapolsek Tanjung Pura, sebagai bentuk solidaritas mereka terhadap dua warga Dusun III Lubuk Jaya, Desa Kwala Serapuh, Kecamatan Tanjung Pura yang sedang menjalani pemeriksaan sebagai tersangka penganiayaan.
Pada 18 Desember 2020 kemarin, kata Ponirin, kelompok Tani Nipah sedang bergotong royong di areal perhutanan sosial yang mereka kelola atas dasar Pengakuan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (KULIN KK) SK Nomor 6187/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/9/2018. Di saat itulah ada orang tak dikenal (pelapor) masuk ke areal perhutanan sosial itu.
“Saat kami menanyakan maksud dan tujuan orang tak dikenal itu masuk ke areal yang kami kelola, yang bersangkutan malah menelepon rekannya dan mengatakan bahwa dirinya baru saja dipukuli oleh rekan kami Syamsul dan Samsir. Padahal kami gak ada melakukan perbuatan yang dituduhkan itu,” kata Ponirin.
Setelah itu, lanjut Ponirin, orang tak dikenal itu malah lari ke arah sungai dan menceburkan diri disana. “Dia (pelapor) mau nyebrangi sungai, tapi cepat kita kasih pertolongan, supaya pelapor itu gak tenggelam dan kemudian kita evakuasi ke gubuk di tepi sungai dengan menggunakan boat,” lanjutnya.
Saat diklarifikasi Ponirin dan rekannya, pelapor menjelaskan bahwa menyatakan tidak ada dipukuli seperti yang disampaikan kepada rekannya via telepon. “Pernyataan pelapor itu pun kita rekam dan dirinya membuat pernyataan itu tanpa ada paksaan dari siapapun,” ungkapnya.
“Kami meminta agar rekan kami jangan ditahan dan kasus ini haru diselesaikan dengan sebaik-baiknya secara objektif. Kami ini dah dikriminalisasi, padahal jelas-jelas pelapor yang masuk ke areal yang dah diamanahkan Kementrian LHK kepada kami untuk dikelola dan dilestarikan,” pungkasnya.
Kapolsek Tanjung Pura AKP Rudy Saputra saat ditemui di tempat kerjanya membenarkan pemeriksaan Syamsul dan Samsir terkait dugaan penganiayaan itu. “Pelapornya warga Desa Kwala Serapuh juga. Masih satu desa dengan terlapor,” pungkas Rudy.
-Kriminalisasi Hukum
Kadiv SDM LBH Medan M Ali Nafiah Matondang SH selaku kuasa hukum Kelompok Tani sangat menyayangkan peoses penyidikan terhadap kliennya itu. “Kami sudah mengajukan penangguhan penahanan, namun belum dipenuhi dan proses hukum yang mereka jalani menurut mereka merupakan kriminalisasi,” ungkap Ali.
Jika tidak ditangguhkan, kata Ali, tidak menutup kemungkinan, dirinya akan mengajukan upaya praperadilan. “Bukan hanya mencari benar atau salah proses yang dilakukan penyidik dalam mengumpulkan alat bukti, tapi kita ingin mengetahui apa saja keterangan dari korban dan saksinya serta alat bukti apa saja yang sudah dikumpulkan penyidik,” sambungnya.
Selain itu, lanjut pria yang murah senyum ini, dirinya akan meminta perlindungan hukum dari KPH-1 Stabat, karena mereka juga bertanggung jawab terhadap mitra binaannya. “Kita juga akan kordinasi dengan Dinas Kehutanan Provsu dan Kementrian LHK,” ketusnya.
Kelompok Tani Nipah adalah perpanjangan tangan dari pemerintah untuk membantu menjaga, merehabilitasi dan melestarikan hutan, yang seharusnya pihak kepolisian tidak menahan dua mitra Kementrian LHK terkait dugaan kasus penganiyaan yang dituduhkan kepada mereka.
“Selama ini, pihak KPH-1 Stabat tidak ada respon terhadap penegakan hukum atas tanaman sawit ilegal disana. Perusakan tanaman mangrove yang sudah ditanmi kelompok tani juga tidak ditanggapi. Jika hal ini juga tidak direspon KPH-1 Stabat, ada apa ini? Kok mitranya sendiri diabaikan,” pungkas Ali. (Teguh/Tim)