MEDAN,SUARA24.COM- Dijaman milenium ke-dua saat ini, teknologi informasi semakin maju dan modern. Hal ini sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi di segala hal.
Kemajuan teknologi di berbagai bidang juga mempengaruhi kemajuan teknologi di bidang informasi.
Penggunaan teknologi dalam bidang informasi sudah menjadi suatu kebutuhan masyarakat, dengan duduk santai, masyarakat dapat mengetahui apa yang terjadi di seluruh dunia.
Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi, beberapa penyedia layanan informasi yang menggunakan teknologi pun terus berlomba – lomba mengupdate teknologinya, hingga membuat masyarakat semakin terbantu.
Hal ini juga menjadi proyek besar bagi perusahaan raksasa Meta. Mark Zuckerberg yang dikenal sebagai pemilik beberapa aplikasi media sosial (medsos) juga sedang melakukan pengembangan metaverse.
Nantinya, metaverse diharapkan mampu memberikan manfaat bagi penggunanya dalam berkomunikasi secara virtual.
Walaupun saat ini, beberapa aplikasi medsos telah memberikan kemudahan bagi penggunanya dalam mendapatkan informasi, teknologi dinilai akan terus berkembang.
Begitu pula dengan raksasa Google, ibarat sebuah perpustakaan raksasa, segala informasi dapat kita temukan di mesin pencari Google.
Informasi yang begitu cepat tersebar luas merupakan berkat kemajuan teknologi. Bukan tidak mungkin, per tahunnya teknologi informasi akan mengalami perkembangan sains berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan.
Namun sangat disayangkan, informasi yang begitu cepat tersebar jarang sekali difilter sebelum disiarkan.
Hal ini karena pengguna (user) dapat secara bebas menuliskan dan mempublikasikan tulisannya sebagai user Google.
Selain media elektronik televisi, media cetak koran, dan media siber, masyarakat bahkan sering mendapatkan informasi dari media sosial (medsos).
Namun hingga saat ini, medsos belum dapat dikategorikan sebagai bagian dari pers, sebagaimana dilansir dari UU Pers.
Media pers yang kredibel adalah perusahaan media yang telah berbadan hukum. Hal ini diwajibkan dan diharuskan mampu menjalankan UU Pers dan juga kode etik jurnalistik (wartawan).
Dalam peraturan kode etik jurnalistik serta peraturan lainnya, anak dipandang sesuatu yang penting dalam kehidupan jurnalistik.
Oleh karena itu, organisasi kewartawanan diharapkan dapat membina anggotanya agar tercipta wartawan yang ramah anak.
Dalam kegiatan pers, baik secara in maupun out, dipandang penting memperhatikan anak, sehingga pemberitaan dapat dikategorikan ramah anak.
Secara in (masuk), penting untuk tidak mempublikasikan raut wajah (poto anak), hal ini dapat dilakukan dengan memudarkan wajah anak.
Selain itu, diharapkan nama anak tidak dituliskan secara lengkap, solusinya dapat menggunakan nama inisial atau nama samaran.
Penulisan nama lengkap dan atau publikasi wajah anak, dinilai dapat menimbulkan traumatik bagi anak, bahkan dapat menimbulkan frustrasi yang berlebihan.
Seorang anak dinilai belum memiliki pengendalian diri yang baik bahkan dianggap masih labil. Kekwatiran ini akan menimbulkan kasus baru terhadap seorang anak yang terlibat dalam sebuah pemberitaan.
Secara out, seorang anak yang membaca artikel pemberitaan juga bisa berdampak bagi diri si anak yang masih tergolong labil.
Oleh karena itu, Dewan Pers dan Pemerintah mengharapkan produk jurnalistik haruslah ramah terhadap anak.
Berita – berita yang diproduksi oleh media pers diharapkan dapat menggunakan bahasa – bahasa yang ramah dibaca anak.
Dengan demikian, tulisan dalam sebuah artikel pemberitaan tidak berpengaruh negatif bagi anak yang membaca.
Dengan demikian, sangat dibutuhkan perhatian serius melalui pembenahan dan pelatihan bagi para jurnalis dalam mewujudkan media yang ramah pada anak.
Beberapa produk jurnalistik yang dipandang perlu diperhatikan adalah publikasi terkait konten dewasa, asusila, kejahatan, dan lain sebagainya yang dipandang dapat mempengaruhi pola kehidupan anak.
Sebagai aset generasi bangsa di masa depan, anak penting untuk mendapatkan produk jurnalistik yang berdampak positif, sehingga masa depan anak tidak ternodai oleh konten – konten murahan yang hanya ingin mendapatkan viewer.
Selain produk jurnalistik, penting pula sikap pemerintah menanggapi konten yang bukan produk jurnalistik.
Beberapa diantaranya adalah konten YouTuber, Blogger, dan lainnya. Sebab mereka bukanlah tergolong ke dalam perusahaan pers yang diawasi oleh Dewan Pers.
Selain itu, mereka juga tidak tergolong ke dalam organisasi jurnalis dan wartawan. Sehingga dikwatirkan mereka akan menjadi liar dalam memproduksi konten dan artikel.
Sebenarnya fenomena ini telah diawasi oleh pemerintah melalui produk perundang – undangan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Informasi, Teknologi dan Elektronik, atau yang sering disebut UU ITE.
Selain itu, pemerintah juga melakukan pengawasan melalui Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan lembaga lainnya.
Namun, menurut kaca mata penulis, berdasarkan apa yang menjadi realita dalam kehidupan sehari-hari, pengawasan yang dilakukan pemerintah di luar perusahaan media dan pers, belum lah maksimal.
Sering kali beberapa para blogger nakal memanfaatkan rasa penasaran pembaca dengan menuliskan judul artikel yang tergolong konten dewasa demi menarik minat pembaca termasuk anak – anak SMP yang tergolong anak dibawah umur.
Pemberitaan – pemberitaan lainnya yang dilakukan beberapa oknum – oknum nakal terkadang menghiasi beberapa blog di mesin pencari raksasa Google.
Penggunaan bahasa istilah pada kasus – kasus tertentu juga dinilai penting untuk disosialisasikan sehingga para wartawan mampu menggunakan bahasa istilah yang ramah anak.
Fenomena perkembangan teknologi informasi di jaman milenium ke-dua ini tentunya tidak dapat hanya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Hal ini hanya dapat diatasi secara bersama – sama, baik pemerintah, lembaga swasta pemerhati anak, perusahaan pers, wartawan, non wartawan, keluarga dalam hal ini orang tua, dan pihak yang terlibat lainnya.
Tentulah tidak berlebihan jika penulis mengapresiasi dan mendukung regulasi yang diterbitkan pemerintah terkait pentingnya menjaga hak anak dan perlindungan terhadap anak dalam pemberitaan sebagai produk jurnalistik.
Penulis pun berharap, para wartawan mau bekerjasama dalam kesepahaman untuk menjaga masa depan anak, baik wartawan yang telah sertifikasi maupun yang belum.
Sebagaimana yang dikumandangkan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), melindungi anak merupakan bela negara.
Pentingnya mensosialisasikan ungkapan tersebut, agar semua yang terlibat di dalamnya bersama – sama mengimplementasikan ungkapan tersebut.
Penulis: Sabar Naek Limbong, S.Kom (Jurnalis, Aktivis, Sekretaris DPW Sumut Lembaga Independen Pemuda Pemerhati Indonesia)